Efek Pandemi dan Kebijakan Pemakaian Bahan Bakar Minyak (BBM) Kendaraan Bermotor terhadap Gangguan Pernapasan

Perubahan pola pemakaian BBM karena adanya kebijakan pemerintah mengenai penggunaan BBM jenis premium sejak akhir tahun 2020 serta terjadinya pandemi COVID-19 yang memengaruhi mobilitas penduduk berakibat pada emisi gas buang kendaraan bermotor, yang pada akhirnya berkontribusi terhadap kualitas udara ambien. Udara ambien dapat dipantau kualitasnya melalui beberapa parameter seperti PM10, NO2, SO2, CO, dan O3. Kualitas udara yang dihirup akan memengaruhi kesehatan pernapasan. Fenomena ini memberi ide bagi Sudarmaji, mahasiswa S3 Kesehatan Masyarakat FKM Unair untuk melakukan penelitian disertasi.

Memanfaatkan data Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU), data jenis dan jumlah kendaraan bermotor (bus, truk mobil penumpang, sepeda motor), data pemakaian BBM (gasoline: premium, pertalite, pertamax, pertamax turbo; diesel: biosolar, dexlite, pertamina dex), data iklim (suhu, kelembapan, curah hujan, kecepatan angin, lama penyinaran matahari), data gangguan pernapasan (Pneumonia, ISPA non Pneumonia, TB Paru), kebijakan terkait BBM, dalam kurun waktu tahun 2019 hingga 2021 (bersamaan dengan masa Pandemi Covid-19), Sudarmaji mengembangkan model struktural yang menggambarkan hubungan antar determinan kejadian gangguan pernapasan sebelum dan pada masa pandemi Covid-19. Unit analisis adalah 22 kabupaten/kota di Jawa dan Bali yang memiliki Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU).

Hasil analisis menunjukkan bahwa selama masa pandemi, banyak kebijakan guna mengurangi mobilitas, namun jumlah kendaraan bermotor jenis mobil penumpang dan sepeda motor menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Dibandingkan dengan jumlah mobil penumpang, jenis kendaraan sepeda motor lebih banyak, sementara itu jumlah truk dan bus menurun secara signifikan. Pemakaian BBM juga meningkat untuk hampir semua jenis BBM (pertalite, pertamax, pertamax turbo, dexlite, pertamina dex), kecuali premium dan biosolar. Pengguna kendaraan bermotor paling banyak menggunakan jenis BBM Pertalite dan Biosolar, walaupun dari tahun 2019-2021 ada penurunan pemakaian biosolar.

Selama tahun 2019-2021, suhu dan kecepatan angin tidak mengalami perubahan yang signifikan, sementara terjadi perubahan signifikan pada tingkat kelembapan (meningkat), curah hujan (meningkat), dan lama penyinaran matahari (menurun).

Pada masa pandemi, kadar O3 menunjukkan penurunan drastis, demikian juga parameter CO, sementara parameter PM10, NO2, SO2 mengalami peningkatan yang signifikan. Dibandingkan sebelum pandemi (tahun 2019), rata-rata jumlah kejadian gangguan saluran pernapasan baik ISPA non-pneumonia, pneumonia, dan TB Paru menurun di tahun 2020 dan 2021.

Peningkatan jumlah kendaraan berpengaruh secara positif terhadap peningkatan pemakaian BBM. Kelompok kendaraan kecil (mobil penumpang dan sepeda motor) berkontribusi paling besar terhadap peningkatan pemakaian BBM non-premium/biosolar. Temuan ini juga sejalan dengan analisis bahwa jenis BBM non-premium (Pertalite) merupakan jenis BBM yang paling banyak dipakai.

Ketika curah hujan dan kelembapan meningkat, kadar CO dan O3 menurun sedangkan dengan semakin pendeknya waktu penyinaran matahari maka parameter kualitas udara PM10, NO2, SO2 meningkat. Dalam situasi Pandemi Covid-19, konsumsi BBM premium/biosolar yang menurun berpengaruh terhadap penurunan kadar CO dan O3, sedangkan kadar PM10, NO2, dan SO2 dalam udara meningkat. Peningkatan ini dimungkinkan karena masih beroperasinya industri, masih cukup tingginya pemakaian bahan bakar kategori diesel serta di akhir tahun 2021 mulai beraktivitas menuju adaptasi kebiasaan baru.

Disertasi ini dipertahankan dalam sidang Ujian Doktor Terbuka ini pada tanggal 24 Januari 2023 dan mengantarkan Sudarmaji menggapai gelar Doktor di bidang Kesehatan Masyarakat.

Leave a Reply